Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Bumi

Dalam wacana kesadaran lingkungan, bagiku orang Sunda adalah salah satu kaum yang sudah sadar betul akan pentingnya alam tempatnya berada. Tanyakanlah pada mereka, apa artinya "Bumi"

Doa akhir tahun

Lampu kekuningan yang terang temaram. Sebuah papan ketik di depan meja. Langit jingga. Desember kembali tiba Tanpa suara Tanpa aroma Kepada yang bicara agama Kepada yang bicara Bhinneka Tunggal Ika Kepada yang bercengkrama dengan bahaya di tengah perang saudara: Maaf, saat ini aku pun tak punya daya untuk ikut mencela ataupun membela bahkan terlalu malu karena dibilang "hanya bisa berdoa." Maaf, justru kumeminta kumohon doakan abdi supaya usaha sepanjang hari dapat menempa diri dalam sunyi dan sepi untuk benar menjadi hadiah bagi Bumi dan Pertiwi.

Hari Terakhir

Aku tak tahu kapan aku kembali. Jika ini hari terakhirku, permintaan maaf kuhaturkan. Aku tak mungkin tak punya salah. Jika ini hari terakhirku, bukan kebencian yang kuingin mewarnai waktuku. Biar hanya cinta yang menjadi sakratul mautku.

Sepenggal hari ini

Sepenggal hari ini. Dua liter bahan bakar untuk memacu kuda besi. Tiga lembar surat yang diketik dengan komputer yang menggembirakan hati. Empat menit paparan rencana yang mengharukan soal kambing. Lima jam kurang bersama  dia yang benar-benar indah . (Seringkali saya memakainya hanya karena mengagumi caranya menyembunyikan maksud yang tersurat ketika menyebut "dia": Bahasa Indonesia)

Caritas in Veritate

Hanya ini membuka laman ini. Tak ada bayang yang ingin kurengkuh, pun sajak pengobat sendu. Aku sadari pendalamanku berubah. Kebenaran bukanlah sebuah perdebatan yang menarik lagi bagiku. Lebih tepatnya, karena kupercaya ia bukan lagi sebuah hal yang harus "dimenangkan". Kebenaran tidak pernah menjadi salah ketika kalah, tak tumpas ketika dilibas, tak bisa lenyap walau dibuat senyap, tak bakal habis walau tak digubris. Tidak ada lagi yang "lebih benar" yang ada adalah yang lebih mengasihi... dengan benar.

Dua puluh empat

Matahari pun masih malu Biarpun sehari sudah berlalu Saat ku kembali melaju Kutahu waktu tak bisa menunggu Ia tak melambat pada yang ragu Tak jadi singkat pada yang rindu Dua puluh empat Jumlah tahun yang sudah lewat Sebuah jarak yang tak singkat Saat diriku mulai merapat Dua puluh empat, Tak hanya di masa-masa yang hebat,  di saat-saat yang nikmat, Namun juga di masa mukaku pucat Diriku bertambah kuat Dua puluh empat, Seorang insan telah belajar merawat Hati yang bisa bersyukur saat tak sehat Dan komitmen saat yg lain tak lagi niat. Dua puluh empat, Bagimu, kuucap terimakasih dan selamat Karena jadi seorang sahabat Dan tuk pengalaman yg akan kau lumat Tol Padaleunyi pukul satu lewat Langit tak berbintang, dalam perjalanan yang kata orang : "pulang". (Ditulis kemarin, dipublikasikan hari ini. Terimakasih sudah menjadi inspirasi penggalan kata-kata ini)