Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2011

Gelitik Kata Canggihmu: Logika

Saya teringat jaman-jaman masa orientasi Keluarga Mahasiswa ITB 1 tahun terakhir ini: demam penggunaan kata-kata canggih macam logika, dialektika, retorika, dan lalalanya sepertinya mewarnai dinding-dinding kampus. Sampai saat ini pun, saya masih sering canggung dan terharu jika disapa menggunakan kata-kata canggih macam diatas tadi dalam diskusi-diskusi "cerdas". Dari sekian kata canggih diatas, hari ini saya hanya ingin sedikit mengupas satu: Logika Apa itu logika? Yah, kita mulai dengan selentingan-selentingan penggunaan kata ini di berbagai tutur kata yang acak saya temui hari ini (maafkan cara saya mengutip yang suka-suka saya): "Cinta ini kadang kadang tak ada logika" -Agnes Monica "Saya pernah terpaksa membayari mobil yang di depan saya karena dia tak pakai e-toll card, jadi biar cepat. Logika yang harus kita pakai adalah, pertama orang mau bayar kok sulit. Lalu kedua masuk jalan tol mau cepat kok malah jadi lama," tutur mantan Dirut PLN itu.

Pelepas Lelah

Menulis kata-kata ini pun malas rasanya. Mendayu, semilir angin segar yang tak tembus tembok-tembok sendiri. lemah pudar redup layu ketika hari depan yang pasti cuma di khayalmu sampai saat musim gugur kembali atau Desember yang lain lagi atau sampai puisi ini berganti semoga sepi ini akan berarti sampai saat itu aku tidak mau melarikan diri! . . . . . . . . titik.

Cuma Jadi Corong: Rajawali

Satu sangkar dari besi Rantai kasar pada hati Tidak merubah rajawali Menjadi burung nuri Rajawali Rajawali Satu luka perasaan Maki puji dan hinaan Tidak merubah sang jagoan Menjadi makhluk picisan Rajawali Rajawali Rajawali Rajawali Burung sakti diangkasa Lambang jiwa yang merdeka Pembela kaum yang papa Penggugah jiwa lara Rajawali Rajawali Rajawali Rajawali Jiwa anggun teman sepi Jiwa gagah pasti diri Sejati Bertahan pada godaan Prahara atau topan Keberanian Setia kepada budi Setia pada janji Kegagahan Menembus kabut malam Menguak cadar fajar Mendatangi matahari Memberi inspirasi Mendaki Mendaki Meninggi Meninggi Bersemi Bersemi Mendaki Mendaki

Gelitik Kata Canggihmu: Analisis

Di tengah siang bolong, saya tergelitik untuk melakukan riset kecil terhadap satu kata yang sering saya pakai dan sering juga tidak saya sadari apa artinya. Mungkin diantara pembaca ada yang sering menggunakan kata " analisis " sebagai bahasa pergaulan sehari-hari. Pernahkah pembaca tergelitik untuk bertanya: "Analisis itu artinya apa sih?" glek? . . Hmm, analisis itu adalah berpikir... eh, bukan. analisis itu ini loh, eee . . Dor! . Nah, saya sekedar ingin mencoba menjawab (bukan bermaksud menggurui), menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III (2001), analisis berarti penyelidikan thd suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan yg sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dsb); penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yg tepat dan pemahaman arti keseluruhan; penyelidikan kimia dng menguraikan sesua

Resensi ++: Problem Solving 101 (bagaimana menjadi pemecah masalah)

Pagi ini saya sekedar ingin mengisi waktu kosong sebelum kuliah, bereksperimen dengan tulisan resensi (mungkin banyak yang sudah membuat resensi buku ini, namun buat saya: peduli setan lah) Dalam kehidupan berkuliah dan berorganisasi, sering saya temui masalah-masalah yang kelihatannya rumit, tidak bisa diselesaikan, dan banyak orang yang akhirnya hanya menghabiskan waktu hanya untuk khawatir dan mengeluhkan masalah tersebut. Nah, saat saya menemukan situasi seperti itu, saya teringat kepada satu buku yang sederhana tapi berguna. Buku Problem Solving 101 ini saya beli dengan harga +- 50 ribuan (kalo tidak salah, harganya 45 ribu). Awalnya saya rasa itu adalah harga yang terlalu mahal untuk buku yang setipis itu (hanya 115 lembar, ukurannya pun tidak jauh jauh dari selembar kertas A5), namun segalanya berubah setelah saya membuka halaman pertamanya. Dari beberapa lembar halaman awal, saya mengetahui bahwa Ken Watanabe menulis buku ini pada mulanya ditujukan untuk membantu kanak-kanak di

Apakah Itu Kemiskinan? (1)

Kita memulainya dengan pertanyaan yang rasanya bertele-tele. Terlepas dari keengganan kita untuk berpikir terlalu dalam, masalah definisi menjadi penting dalam sebuah diskusi. Dengan mendefinisikan, kita jadi tahu apa yang akan kita bicarakan selanjutnya. Mendefinisikan ibarat memagari Tempat Kejadian Perkara yang akan kita selidiki. Oke kita mulai, berikut hasil 15 menit pencarian definisi: Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya me

Jenuh

pagi ini saya terbangun di ruang tamu markas. pukul 4 pagi. menuju ke meja di depan saya, membuka laptop. membuka sebuah contoh laporan analisis perancangan struktur pesawat terbang. tanpa rasa, tanpa semangat yang rasanya dulu pernah berkobar. saya lirik jam tangan. 5:15 hari ini saya mau ke gereja. misa senin pagi. tanpa rasa. sekarang saya sudah kembali di depan laptop saya. saya mencoba mengerti bahwa sebenarnya saya jenuh. jenuh, karena ide yang tidak juga kunjung terealisasikan. jenuh karena mimpi yang gelisah tak lagi datang. dan rasa jenuh itupun merembet kemana-mana. jenuh untuk berpikir. jenuh untuk bertindak lagi. bahkan jenuh untuk memimpin diri. namun, gengsi saya terlalu besar untuk terlihat jenuh dan akhirnya kalah dengan kejenuhan ini. setidaknya saya harus berpura-pura tidak jenuh sampai saya menemukan diri kembali bahwa sebenarnya saya benar-benar menyukainya.

HARI MINGGU MISI SEDUNIA KE-85

lembar teks perayaan ekaristi minggu kemarin itu terletak di depan saya. "Sebagaimana Bapa Mengutus Aku, Demikian Juga Aku Mengutus Kamu" Yah, ini bukan masalah religius atau tidak. Tapi kalimat ini seperti menyentil saya. saya mengasumsikan diri saya diutus untuk memimpin ketika saya melihat sebuah perubahan harus dilakukan. mungkin itu yang namanya panggilan. dari pengalaman 19 tahun hidup saya, panggilan bisa hadir lewat apa saja: emosi yang tidak stabil karena kurang tidur, jatuh cinta (atau sekedar jatuh suka), sebuah buku bacaan yang menggugah, kalimat yang sekedar terlintas pada momen yang tepat, maupun sekedar "ting!" yang terlintas dalam perjalanan pulang berjalan kaki dari sekolah. intinya, Yud, kalo kamu melihat ada sesuatu yang tidak beres di depanmu dan sepertinya tidak ada seorangpun yang benar-benar menanggapinya, mungkin kamu diutus!

"kamu itu harus jadi pemimpin."

entah, sejak eyang kakung saya meninggal 5 tahun lalu, banyak perubahan--yang saya rasa--besar dalam diri saya. "Yud, kalo kamu bicara itu yang lantang. coba ucapkan kata per kata dengan jelas, jangan seperti kumur-kumur. coba ikuti mulut eyang. maaa-maaa." "jadi laki-laki itu harus bisa bela diri. jangan loyo. jalan jangan menunduk, jalan yang tegap. coba setiap hari kamu push-up minimal 50 kali." dan saya ingat, waktu saya kecil dulu, saya tidak pernah tidak menangis ketika sudah waktunya saya pulang dari rumah eyang sehabis penginapan sabtu-minggu.

meditasi

sudah lama tidak merasakan ini. mengetikkan kata-kata yang begitu saj terlintas di benak. sebuah meditasi. hanya aku dan pikiranku, dan komputer di depanku, dan sebuah gelas di sebelah kiri tangan kiriku, dan sebuah mouse di sebelah kanan tangan kananku, dan sebuah botol minuman teh hijau di depan gelas di sebelah kiri tangan kiriku, dan sebuah asbak di depan mouse di sebelah kanan tangan kananku, dan lain-lain. sepertinya besok, blog ini baru benar-benar berisi seuatu yang berisi. jadi pembaca, silakan sabar.

memberi uraian blog ini

Sebuah eksperimen pribadi tentang pertemuan para pribadi dalam pribadi. ia bisa jelas berisi yang jelas-jelas tidak berisi. tapi besok itu selalu baru. besok itu adalah hari setelah hari ini. dan hari kemarin adalah 2 hari sebelum hari besok. dan besok mungkin ia akan berisi yang jelas-jelas berisi. namanya juga harapan. salah eksperimen pribadi tentang sesuatu yang pribadi. hmm. . . . akh saya terlalu membuatnya sok misterius. ah, gapapa ding.

kita mulai

ya, kita mulai saja catatan ini. ya. kita mulai sajalah. iya. kita mulai saja, Dan. temani saya, kita menuju dialog yang tak tahu apa yang dihasilkannya nanti. apalah kata orang? haloooo? KAMU makin tak jelas saja boy. kasian itu yang lagi baca tulisan ini. ga dapet apa-apa dia. begini, begini. kita mulai saja blognya. ya, kita mulai saja catatan ini. ya. kita mulai sajalah. iya. kita mulai saja, Dan.