Di tengah siang bolong, saya tergelitik untuk melakukan riset kecil terhadap satu kata yang sering saya pakai dan sering juga tidak saya sadari apa artinya.
Mungkin diantara pembaca ada yang sering menggunakan kata "analisis" sebagai bahasa pergaulan sehari-hari. Pernahkah pembaca tergelitik untuk bertanya:
"Analisis itu artinya apa sih?"
glek?
.
.
Hmm, analisis itu adalah berpikir...
eh, bukan.
analisis itu ini loh, eee
.
.
Dor!
.
Nah, saya sekedar ingin mencoba menjawab (bukan bermaksud menggurui), menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III (2001), analisis berarti
- penyelidikan thd suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan yg sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dsb);
- penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yg tepat dan pemahaman arti keseluruhan;
- penyelidikan kimia dng menguraikan sesuatu untuk mengetahui zat bagiannya dsb;
- penjabaran sesudah dikaji sebaik-baiknya;
- pemecahan persoalan yg dimulai dng dugaan akan kebenarannya.
Seringkali kita juga menggunakan kata analisa. Analisa jelas berbeda dengan Analisis. EYD menyebutkan kata bakunya adalah Analisis.
Ditinjau dari asal katanya, analisis berasal dari bahasa Yunani Kuno yang berarti proses memecah topik yang rumit menjadi bagian-bagian kecil untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang topik itu--dari gabungan kata ana- (inggris: up) + lysis (inggris: a loosening, breaking).
Eh, iya juga ya?
Kalau saya simpulkan dari pengertian-pengertian di atas dan pikir-pikir lagi, memang yang saya lakukan ketika menganalisis sesuatu adalah memecah masalah besar menjadi bagian-bagian kecil yang bisa saya selesaikan, dengan kata lain, menyederhanakannya dan bukannya membuat masalah menjadi semakin keliatan rumit agar bisa diselesaikan.
Teknik analisis telah sejak lama diterapkan dalam studi matematika dan logika bahkan sebelum Aristoteles (384-322 SM). Analisis digunakan dalam berbagai persoalan-persoalan maha pelik yang biasa saya temui sehari-hari. Saya menggunakan kata ini ketika:
- menebak kenapa seseorang tidak membalas pesan singkat saya
- menebak berapa banyak perut yang bisa diisi oleh lembaran-lembaran ajaib di dompet teman saya yang hari ini berulang tahun hari ini ataupun
- menebak apakah hari ini dosen saya masuk kelas atau tidak.
Nah, hebat kan?
Ternyata seringkali kita perlu sedikit merenungkan kembali bahasa-bahasa gaul yang keliatannya biasa bagi kita. Ibarat pisau, kata-kata itu jadi tumpul penggunaannya dan hanya berlalu tanpa menjadi arti, ketika bias terhadap maknanya.
Dan akhirnya saya jadi bertanya:
berapa banyak kata lagi yang bisa kita pertajam penggunaannya ketika kita tahu dan sadar maknanya?
Komentar
Posting Komentar