Untuk pertama kalinya saya mengganti
baterai jam tangan saya. Satu bulan terakhir ini, jam tangan digital saya
memang sudah mulai meredup tampilan penunjuk waktunya.
“di ABC atau Simpang juga ada kok, Yud”,
kata seorang kawan di sebuah obrolan kecil dua sore yang lalu ketika saya bertanya dimana tempat saya dapat
mengganti baterai jam tangan saya.
Hari Jumat, saya beranjak menuju Simpang
Dago, membawa jam tangan hitam saya.
Sambil mengamati deretan
toko yang ada di sebelah kiri saya, saya mencoba menerka-nerka seperti apa toko
yang menyediakan jasa ganti baterai jam tangan. Langkah saya terhenti di depan sebuah etalase dengan lemari kaca berisi puluhan jam tangan.
“Pak, disini bisa ganti baterai jam
tangan?”, kata saya sambil melepas jam tangan saya dan menunjukkannya pada
seorang bapak berumur empat puluh tahunan penjaga toko.
Bapak itu melihat sekilas jam tangan saya lalu
dengan tangan kirinya menunjuk seorang bapak lain di depan etalasenya.
“disitu, Ak. Itu saudara saya juga.”
Tak sampai sepuluh detik kemudian, saya sudah meletakkan jam tangan saya di atas meja kayu tempat “saudara Bapak etalase tadi”
duduk di belakangnya. Bapak itu duduk di atas kursi kayu bundar tanpa sandaran
punggung yang kaki-kaki kursinya terbuat dari besi. Bapak
itu berumur empat puluh akhir atau pertengahan umur lima puluh tahun. Garis-garis wajah dan
rambutnya yang putih membantu saya menerkanya.
Cerita selanjutnya—dari yang
saya ingat—bapak tadi langsung mengulik jam tangan saya tanpa berkata sepatah kata pun:
Pertama-tama, ia mengambil sebuah obeng
kecil dari laci meja kayunya dan mulai memuntirnya untuk melepaskan mur-mur kecil pada jam tangan,
dimulai dari mur yang menghubungkan tali jam tangan dengan jam tangan dan
berakhir pada mur-mur pada bagian belakang jam tangan. Tiap-tiap
mur yang dilepaskan tadi diletakkannya ke dalam sebuah wadah kecil dari kaca
yang berbentuk bundar.
Usai melepaskan semua mur
yang merekatkan bagian belakang jam tangan saya, bapak itu meletakkan obeng yang
tadi dipegangnya dan mengambil sebuah silinder metal seukuran jari jempolnya dari lacinya. Silinder
itu ditutup sebuah lensa pada salah satu ujungnya dan terbuka pada ujung yang
lain. Bapak itu memasang silinder itu pada mata sebelah kirinya.
Silinder itu dapat “terpasang” di mata sebelah kirinya karena dijepit dengan
otot alis dan cekungan di sekitar mata.
Seperti
cuplikan “operasi pengambilan peluru” pada tubuh seorang jagoan dalam film-film
laga, bapak itu kemudian menggunakan pinsetnya untuk mengambil baterai lawas
dari jam tangan saya. Sebuah baterai yang anyar kemudian ditransplantasikan ke
dalam jam tangan saya.
Selanjutnya ia memasang
kembali bagian belakang jam tangan saya—tanpa ada satu mur pun yang hilang. Setelah
bertanya harga pasangnya, membayar harga yang menurut saya pantas untuk sebuah pertunjukkan “penggantian baterai jam tangan”—selain pastinya
harga baterai dan pemasangannya sendiri— dan mengucapkan terimakasih, saya beranjak pulang kembali ke kost.
Sebuah
pengalaman sehari-hari dan seperti biasa-biasa saja, namun bagi saya sangat
mengagumkan. Sebuah pekerjaan yang terlihat sepele seperti mengganti baterai
jam tangan telah mengajarkan saya bagaimana melakukan suatu hal dengan prosedur dan urut-urutan
kerja yang tepat dan mengalir, mengorganisir peletakkan barang-barang yang
kecil dengan detail yang cukup mengagumkan, menggunakan berbagai teknologi
sederhana namun tepat guna dan pada tingkat ketelitian dan kemampuan
pengendalian gerak jari yang cukup tinggi, bersabar untuk menunggu adanya
seseorang yang membutuhkan saya, sampai menyadari bahwa terdapat orang-orang dengan
keterampilan yang mengagumkan tersebut di sekitar saya sehari-hari. Tukang
ganti baterai jam tangan itu mungkin bukan salah seorang yang dekat dengan saya—bahkan
saya tidak tahu namanya—namun saya yakin, sedikit atau banyak, hidupnya
telah berpengaruh terhadap cara saya berpikir dan bertindak pada saat saya menulis
tulisan ini—setidaknya tukang ganti baterai jam itu telah membuat
saya membuat tulisan ini.
Seringkali saya menganggap bahwa seseorang baru
benar-benar berpengaruh pada kehidupan saya hanya ketika ia menduduki jabatan “penting”
tertentu yang terkait hidup saya, entah itu berarti: sering berinteraksi dengan
saya, saya kagumi atau saya hindari, mirip atau berbeda jauh dengan saya, dan
lain-lain. Saya seringkali tidak menyadari bahwa mungkin sebagian besar diri saya justru dibangun dari kumpulan pengaruh orang-orang yang bahkan tidak saya kenal melalui
berbagai perjumpaan (seperti tukang ganti baterai jam tangan tadi) daripada dari pengaruh beberapa orang "penting" tadi.
“Aku” menyadari bahwa ”mereka” semua itu adalah
juga “aku”-“aku” yang bukan “aku”-ku dan bahwa “aku” sendiri adalah sebuah rangkuman dari
“aku”-ku dan semua “aku” yang bukan “aku”-ku
yang ada dari masa lampau sampai saat ini .
Menyadari hal itu, semakin jelaslah bahwa ketika “aku”
menyakiti “aku” yang bukan “aku”-ku, “aku” menyakiti “aku” sendiri dan ketika “aku” mengasihi
“aku” yang bukan “aku”-ku, “aku” mengasihi “aku” sendiri.
*Catatan: tulisan ini dibuat lebih dari tiga bulan yang lalu, dipublikasikan hari ini.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusMakasih gan, saya aplikasikan ke jam tangan keren saya :D
BalasHapusIni di jalan kasmin yah, uda 30 thn kynya beliau praktek di dunai per Jam an hihiii disitu tersedia macem2 baterai dr muraah ampe yg mahiiil
BalasHapus