Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2020

Minggu Pagi

Duduk di salah satu sudut kasurku dan mengetik di atas meja lipat.  Beberapa menit yang lalu, setelah mengikuti misa jarak jauh yang dipersembahkan Bapa Uskup Bandung, aku keluar dari kamar kosku untuk mencari sarapan. Setelah berjalan kaki di sekeliling kost, tidak kutemui makanan tersedia di tempat biasanya aku makan disana. Kembali ke kost, kurapikan dan kupacu sepeda motor menuju “warung tenda biru”.  Sejujurnya aku tidak pernah tahu apakah warung ini namanya memang benar “tenda biru”, seniorku yang memperkenalkanku pada tempat ini yang menyebutnya begitu. Dahulu seusai latihan rutin mingguan, seniorku sering mampir makan di tempat ini. Alasannya? Porsinya banyak. Akhir-akhir ini aku biasanya meminta nasi setengah porsi karena merasa tidak mempu menghabiskan satu porsi.  Warung ini seperti bedeng proyek darurat. Dindingnya tripleks dan salah satu sisinya berdinding beton pilar penyangga Jembatan Pasupati. Selain tripleks dan beton, bagian depan warung ini ditutup dengan

Dua Puluh Delapan

Bumi terus berotasi saat matahari dan seisi tata surya menjelajah antariksa, mereka tak diam menunggu biar kita tak menua. Sebelum kali pertama kedua tangan saling terajut saat berjalan menyusur dan menyebrang Jalan Ciumbuleuit, sebelum kali pertama kata itu diucap di malam peringatan proklamasi Indonesia, sebelum hari libur tidak terasa seperti libur saat tak bertemu, dan sebelum masa "dunia milik berdua" itu berakhir, Sampai dua puluh empat beranjak menjadi dua puluh delapan dan dua puluh tiga telah beranjak menjadi dua puluh tujuh Waktu menyaru tak taat kronologi, hanya saat ini yang abadi. Seratus lima puluh kilometer tak buatku jadi bimbang, pun seperdelapan keliling bumi. Untuk yang betah di hati, rahmat ilahi, Selamat dua puluh delapan tahun disini! Gembira loka, lara loka, jana loka. Ucap terimakasihku untukmu dan semua yang berarti dalam hidupmu. Selamat memandang hidup yang selalu baru biarpun katanya tahunnya ulangan! Bandung 30 Mei 2020 Yang tak sabar men

Kering

"Imajinasiku seakan kering. Mungkin terkarantina oleh data-data, mungkin terkikis dengan informasi yang tak kunjung habis. Memegang ponsel di hari ini seperti orang haus yang meminum air laut: semakin diminum, semakin kehausan. Butuh jeda sejenak untuk sekedar berhenti. Tak memandang kata-kata, tak menghitung angka-angka, tak mendengar suara-suara. Menjadi orang yang tuli atau buta kadangkala kupikir lebih beruntung dibanding orang yang lengkap indera. Ia bisa bercengkerama dengan dirinya di tengah dunia yang seolah mengharamkan kesunyian. Imajinasinya tak dikekang oleh warna" -sepenggal catatan harian seminggu yang lalu

Sebuah Senja

"......Di tengah kabar yang begitu dinamis ini, aku mengambil jenak untuk menghirup nafas lebih dalam. Sore tadi jalanan memang nihil suara anak-anak yang bermain. Lima toko yang kukunjungi hari ini kehabisan stok masker. Masker sekali pakaiku tinggal satu untuk besok. Di jalan kudapati bus umum yang kosong. Hanya seorang nenek berjaket merah muda menggunakan masker yang duduk di bangku kedua paling belakang yang juga paling dekat dengan jendela di sebelah kanan. Matanya menerawang gedung-gedung apartemen yang disinari cahaya sore hari. Entah apa yang ada di benaknya saat itu. Pandangan kuarahkan kembali ke arah kulangkahkan kakiku. Seorang pria tua yang masih berjalan tegap berjalan berlawanan arah denganku di trotoar yang sama. Kuanggukkan kepalaku dan ia membalas mengangguk. Hari ini hari yang ….. ah." -sepenggal catatan harian sebulan lebih satu minggu yang lalu, awal tahta Sang Putra Mahkota di Negeri Han.