Langsung ke konten utama

naskah yang tak sempurna (setahun yang lalu)

Kemajuan ekonomi yang bisa dinikmati rakyat (dan peran Institut Teknologi Bandung)

Para Bapak--dan Ibu--bangsa kita mewariskan beberapa hal yang tampaknya tidak berubah dari generasi lalu ke generasi kita. maksudnya?

Saat ini saya sedang berbicara cita-cita besar negara kita yang terlalu luhur untuk cepat berubah.

(pembukaan UUD'45, ttg kegiatan ekonomi yang bisa dinikmati oleh rakyat banyak)

setuju dengan cita2 tadi?

tapi yang mana itu rakyat banyak?

kita bisa lihat dari entitasnya.

apa pentingnya UMKM bagi umum (yang sudah banyak dibahas di mana2, misalnya oleh depkopumkm)

masalah mereka apa? yang biasa kita temui dan hasil wawancara langsung biasanya mengeluhkan masalah: modal, pemasaran

tapi kalo dilihat secara lebih luas lagi, kita perlu pertanyakan juga, apakah nilai tambah yang diberikan sudah cukup optimal atau sebenarnya masih banyak potensi untuk memberikan nilai tambahnya. (masalah kesulitan alih teknologi (cari dari jurnl ekonomi rakyat))

masalah rakyat adalah masalah negara dan pemerintahnya. namun kalau kita lihat lagi secara filosofis tentang ideologi negara kita: Demokrasi

kedaulatan di tangan rakyat. lalu apa jadinya kalau rakyat terlalu bergantung pada namanya pemerintah?

di satu sisi, biarpun negara, (dalam hal ini pemerintah) memiliki kuasa yang besar, rasanya tidak mungkin semua permasalahan negara bisa diselesaikan oleh mereka sendiri.

kritik massa memang HARUS terus-menerus kita layangkan untuk menjaga kita untuk tetap berjalan pada haluan yang benar, namun begitu tak berdayanyakah kita sehingga kita ibarat tak bisa memakai celana sendiri?

lalu mungkin kita akan bertanya: apa yang bisa kita lakukan?

terlepas dari apa yang akan pembaca lakukan, kalau boleh (yah, boleh sajalah, kan penulis sendiri yang menulis), penulis akan bicara dalam kapasitasnya sebagai seorang mahasiswa S1 jurusan teknik penerbangan ITB tentang apa terpikir oleh penulis mengenai masalah ekonomi yang bisa dinikmati oleh rakyat dan peran ITB

beberapa hal yang keliatannya signifikan dalam pengentasan kemiskinan memang terletak pada aliran dana dan ITB memang sebagian besar keliatannya ga ada hubungannya ke perbankan (kecuali mungkin yang berkaitan dengan finansial seperti yang bisa kita temui di kurikulum SBM ataupun). Tpi kalau kita berkaca pada permasalahan yang lebih luas, selama kita tidak bisa memberikan nilai tambah yang lebih kepada produk-produk dengan mengolahnya secara lebih optimum, kita akan stagnan. pengolahan terhadap produk akan memberikan konsekuensi logis pada pentingnya peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan menemukan akseleratornya dari seni. ITB dalam hal ini akan jadi salah satu institusi yang strategis bila dilibatkan dalam usaha pengembangan ekonomi swadaya rakyat tersebut dan ekonomi swadaya rakyat ini juga merupakan lahan penelitian yang masih luas dan bisa kita garap.

bagi ITB (kemajuan riset, dana penelitian tepat guna (paradigma dari masyarakat untuk masyarakat juga harus ada, terlepas dari keterbatasan untuk operasional pendidikan yang semakin mencekik perguruan tinggi), pengembangan teknologi tepat guna, pengabdian masyarakat)

apa aja yang ITB lakukan dalam rangka pengembangan UMKM (siapa saja yang bergerak disana, masalah apa saja yang diidentifikasi (rendahnya nilai tambah, kesulitan alih teknologi), pemecahan masalah)

masa depan
mungkinkah di masa depan:
-ITB bisa menelurkan satu jalur komunikasi yang brilian dalam hal advokasi pengembangan UMKM (macam web SBA)
-riset produk mahasiswa bisa diterapkan secara tepat guna pada aktivitas ekonomi ini (mengingat biasanya, mekanisme bisnisnya masih sederhana, tidak rumit, sehingga bisa lebih banyak orang awam dalam hal duit-duitan yang bisa berpartisipasi)
-tiap himpunan punya UMK binaan

mungkin awalnya semua itu hanya berawal dari rasa prihatin atau kasihan, tapi suatu saat semua akan berubah menjadi sebuah perjuangan yang tak tanggung2 karena terdapat masa depan disana!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tukang Ganti Baterai Jam Tangan

Untuk pertama kalinya saya mengganti baterai jam tangan saya. Satu bulan terakhir ini, jam tangan digital saya memang sudah mulai meredup tampilan penunjuk waktunya. “di ABC atau Simpang juga ada kok, Yud”, kata seorang kawan di sebuah obrolan kecil dua sore yang lalu ketika saya bertanya dimana tempat saya dapat mengganti baterai jam tangan saya . Hari Jumat, saya beranjak menuju Simpang Dago, membawa jam tangan hitam saya . Sambil mengamati deretan toko yang ada di sebelah kiri saya, saya mencoba menerka-nerka seperti apa toko yang menyediakan jasa ganti baterai jam tangan. Langkah saya terhenti di depan s ebuah etalase dengan lemari kaca berisi puluhan jam tangan . “Pak, disini bisa ganti baterai jam tangan?”, kata saya sambil melepas jam tangan saya dan menunjukkannya pada seorang bapak berumur empat puluh tahunan penjaga toko . Bapak itu melihat sekilas jam tangan saya lalu dengan tangan kirinya menunjuk seorang bapak lain di depan etalasenya. “dis

Investasi

Melambung pikiran akan masa depan yang tak pasti ataupun masa kini di luar jangkauan tindak,  habis waktu kesal mengomentari kebijak(sana)an yang mungkin tidak pernah ada,  merasa tak kemana-mana saat yang lain melanglangbuana,  terantuk pada akhir minggu malam pada hari ini,  pada tempat ini,  pada tugas yang terasa begitu kecil dan tak berarti  ...  tapi cuma aku yang  disini dan saat ini bisa mengerjakannya! bukan orang besar terhormat di atas sana,  orang muda pintar penuh prestasi yang itu,  ataupun orang tajir melintir di ujung lainnya.    "Tugasku, kehormatanku!" oceh serangkai kata terpajang pada sebuah tempat pernah bersarang.    Berikan yang mampu diberikan  meski itu bukan sebuah barang mewah ataupun sesuatu yang membuat orang berdecak kagum.  Kembangkan apa yang sudah diterima dan persembahkan persembahan yang tak berharga ini.  Hidup kadang b ukan soal besar atau kecil yang diterima. Berapa yang mampu diberikan kembali dari  yang telah diterima?

Resensi ++: Problem Solving 101 (bagaimana menjadi pemecah masalah)

Pagi ini saya sekedar ingin mengisi waktu kosong sebelum kuliah, bereksperimen dengan tulisan resensi (mungkin banyak yang sudah membuat resensi buku ini, namun buat saya: peduli setan lah) Dalam kehidupan berkuliah dan berorganisasi, sering saya temui masalah-masalah yang kelihatannya rumit, tidak bisa diselesaikan, dan banyak orang yang akhirnya hanya menghabiskan waktu hanya untuk khawatir dan mengeluhkan masalah tersebut. Nah, saat saya menemukan situasi seperti itu, saya teringat kepada satu buku yang sederhana tapi berguna. Buku Problem Solving 101 ini saya beli dengan harga +- 50 ribuan (kalo tidak salah, harganya 45 ribu). Awalnya saya rasa itu adalah harga yang terlalu mahal untuk buku yang setipis itu (hanya 115 lembar, ukurannya pun tidak jauh jauh dari selembar kertas A5), namun segalanya berubah setelah saya membuka halaman pertamanya. Dari beberapa lembar halaman awal, saya mengetahui bahwa Ken Watanabe menulis buku ini pada mulanya ditujukan untuk membantu kanak-kanak di