Seorang pemuda duduk di depan lapangan hijau.
Tatapannya kosong, tanpa ekspresi, seperti yang biasanya ia lakukan saat
sendirian. Pikirannya mengabstraksi manusia-manusia yang berjalan lalu lalang
dihadapannya dan manusia-manusia yang pernah ditemuinya. Ia mencoba mencari hal
yang sama diantara dirinya dan mereka: intisari dari ide-ide manusia, tentang
kebenaran, kebaikan, keadilan, kemerdekaan, Tuhan, dan apapun yang selintas
lalu dalam pikirannya. Ia yakin dirinya tidak tahu apa-apa tentang dunia tempat
cerita ini dibuat. Ia mungkin sadar kalau dirinya hanyalah seorang tokoh dalam
sebuah cerita pendek.
Seorang pemudi duduk di depan lapangan hijau. Ia
duduk di sebelah seorang pemuda.
Sambil sedikit berbasa-basi, pemuda itu
memberikannya sebuah surat yang isinya tak kalah basa-basi. Pemudi itu membaca
surat ini.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Selesai membaca surat yang tidak selesai itu,
pemudi tadi sadar kalau pemuda di sebelahnya sudah pergi.
Ia pun mulai sadar dirinya hanyalah tokoh rekaan
dalam sebuah blog. Semua tingkah lakunya diceritakan dalam blog itu.
Namun ia tak peduli. Melawan ia tak kuasa. "Lagipula
apa gunanya?" pikirnya. "Siapa tahu pembuat kisahku ini pun
hanyalah seorang tokoh karangan dalam cerita yang lebih besar?"
"Hmmmmmm. Sepertinya aku punya ide
bagaimana cerita ini dilanjutkan. Lebih baik kalau pengarangku pun tak tahu
apa yang mau kutulis"
Ia melanjutkan surat yang belum selesai itu
sebaik mungkin. Ia memberikannya pada seorang pemuda lain untuk dilanjutkan—sambil
berharap surat itu dilanjutkan kepada yang lain.
Ia melanjutkan cerita bersambung tentang
mereka semua yang hanya ada dalam negeri dongeng.
Komentar
Posting Komentar