Langsung ke konten utama

Filsafat Negara Kita

Sedikit cuplikan bagian sebuah buku yang menurut saya masih sangat relevan untuk diingat bangsa kita untuk kapan pun, terutama di saat seluruh anak bangsa sedang gandrung menentukan apa yang bijak untuk bangsanya.

Sebelum berbicara mengenai "akan" seperti apa negara ini seharusnya lima tahun atau bahkan lima puluh tahun ke depan, tak ada salahnya melirik apa yang "telah" dibicarakan Bapak Bangsa kita lima puluh tahun lalu.

Untuk yang sedang gandrung bicara soal Indonesia: dari yang muda sampai yang tua, dari kampus gajah sampai penjuru nusantara.


FILSAFAT NEGARA KITA

Demikianlah tumbuh berangsur-angsur dalam pangkuan pergerakan kebangsaan dan kemerdekaan dahulu tjita-tjita demokrasi sosial jang mendjadi dasar bagi pembentukan Negara Republik Indonesia jang merdeka, bersatu, adil dan makmur.
Tjita-tjita itu dituangkan didalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Sungguhpun tjukup diketahui isinja, ada baiknja dimuat djuga disini isinja jang lengkap menjegarkan ingatan kembali.
,,bahwa sesungguhnja kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka pendjadjahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat jang berbahagia dan selamat sentausa mengantarkan rakjat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia jang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah jang Maha-kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaja berkehidupan kebangsaan jang bebas, maka rakyat Indonesia menjatakan dengan ini kemerdekaannja.
Kemudian dari pada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah negara Indonesia jang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memadjukan kesejahteraan umum, mentjerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang dasar negara Indonesia, jang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia jang berkedaulatan rakjat dengan berdasar keapada : “Ketuhanan Jang Maha-Esa, Kemanusiaan jang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam pemusjawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakjat Indonesia”.
Siapa jang membatja Pembukaan itu dengan teliti,  ia dapat menangkap tiga buah pernjataan jang penting didalamnja.
Pertama, pernjataan dasar politik dan tjita-tjita bangsa Indonesia. Kemerdekaan diakui sebagai hak tiap-tiap bangsa, pendjadjahan harus lenjap diatas dunia karena bertentangan dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Pernjataan ini, jang lahir dari penderitaan sendiri, tidak sadja menentukan politik kedalam tetapi mempengaruhi djuga politik luar negeri Republik Indonesia jang terkenal sebagai politik bebas dan aktif.
Kedua, pernjataan tentang berhasilnja tuntutan politik bangsa Indonesia, dengan karunia Allah. ,,dengan kurnia Allah” ~ ini didalam artinja. Disitu terletak pengakuan, bahwa Indonesia tidak akan merdeka, djika kemerdekaan itu tidak diberkati Tuhan. Tuhan memberkati kemerdekaan Indonesia, karena rakjat Indonesia memperdjuangkannja sungguh-sungguh dengan kurban jang tidak sedikit. Tjita-tjita jang mendjadi pedoman bukan hanja kemerdekaan bangsa, tetapi suatu Indonesia jang merdeka,bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Pelaksanaan ini mendjadi kewadjiban moril!
Ketiga, pernjataan tentang Pantjasila sebagai filsafat atau ideologi negara, iaitu Ketuhanan Jang Maha-Esa, Peri-kemanusiaan, Persatuan Indonesia, kerakjatan dan keadilan sosial. Dasar jang tinggi-tinggi ini dirasakan perlu sebagai bimbingan untuk melaksanakan kewadjiban moril jang berat itu.
Pengakuan dimuka Tuhan akan berpegang pada pantjasila itu tidak mudah diabaikan. Dan disitu pulalah terletak djaminan, bahwa demokrasi tidak akan lenjap di Indonesia. Ia dapat ditekan sementara dengan berbagai rupa. Akan tetapi lenjap dia tidak. Lenjap demokrasi itu berarti lenjap Indonesia Merdeka.
Djika diperhatikan benar-benar, Pantjasila itu terdiri atas dua fondamen. Pertama, fondamen moral, jaitu Ketuhanan Jang Maha-Esa. Kedua, fondamen politik jaitu peri-kemanusiaan, persatuan Indonesia, demokrasi dan keadilan sosial.
Dengan meletakkan dasar moral diatas diharapkan oleh mereka jang memperbuat Pedoman Negara ini, supaja negara dan pemerintahnja memperoleh dasar jang kokoh, jang memerintahkan kebenaran, keadilan, kebaikan, kedjudjuran serta persaudaraan keluar dan kedalam. Dengan politik pemerintahan jang berdasarkan kepada moral jang tinggi diharapkan tertjapainja ~seperti jang tertulis dalm Pembukaan itu~ “suatu keadilan sosial bagi seluruh rakjat Indonesia”. Dasar Ketuhanan Jang Maha-Esa djadi dasar jang memimpin tjita-tjita kenegaraan Indonesia untuk menjelenggarakan segala jang baik bagi rakjat dan masjarakat, sedangkan dasar peri-kemanusiaan adalah kelandjutan dengan perbuatan dari pada dasar jang memimpin tadi dalam praktik hidup. Dasar persatuan Indonesia menegaskan sifat negara Indonesia sebagai negara nasional jang satu dan tidak terbagi-bagi, berdasarkan ideologi sendiri. Dasar kerakjatan mentjiptakan pemerintahan jang adil jang mentjerminkan kemauan rakjat, jang dilakukan dengan rasa tanggung djawab, agar terlaksana keadilan sosial. Dasar keadilan sosial ini adalah pedoman dan tudjuan keduan-duanja.
Dengan dasar-dasar ini sebagai pimpinan dan pegangan. Pemerintahan negara pada hakekatnja tidak boleh menjimpang dari djalan jang lurus untuk mentjapai kebahagiaan rakjat dan keselamatan masjarakat, perdamaian dunia serta persaudaraan bangsa-bangsa. Dengan bimbingan dasar-dasar jang tinggi dan murni itu akan dilaksanakan tugas jang tidak dapat dikatakan ringan! Manakala kesasar sewaktu-waktu dalam perdjalanan, karena kealpaan atau digoda hawa-nafsu, ada terasa senantiasa desakan ghaib jang membimbing kembali kedjalan jang benar.
Demikianlah harapan kaum idealis jang merumuskan filsafat negara dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia dalam saat jang bersejarah, jang menentukan nasib bangsa. Satu tjiptaan, mungkin terlalu tinggi bagi manusia biasa melaksanakannja, tetapi sebagai pegangan untuk menempuh djalan jang baik sangat diperlukan. Dasar-dasar itu menuntut kepada manusia Indonesia, kepada pemimpin-pemimpin politik dan kepada orang-orang negara untuk melatih diri, supaja sanggup berbuat baik dan djujur, sesuai dengan djandji jang diperbuat dimuka Tuhan. (Hatta, Demokrasi Kita)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tukang Ganti Baterai Jam Tangan

Untuk pertama kalinya saya mengganti baterai jam tangan saya. Satu bulan terakhir ini, jam tangan digital saya memang sudah mulai meredup tampilan penunjuk waktunya. “di ABC atau Simpang juga ada kok, Yud”, kata seorang kawan di sebuah obrolan kecil dua sore yang lalu ketika saya bertanya dimana tempat saya dapat mengganti baterai jam tangan saya . Hari Jumat, saya beranjak menuju Simpang Dago, membawa jam tangan hitam saya . Sambil mengamati deretan toko yang ada di sebelah kiri saya, saya mencoba menerka-nerka seperti apa toko yang menyediakan jasa ganti baterai jam tangan. Langkah saya terhenti di depan s ebuah etalase dengan lemari kaca berisi puluhan jam tangan . “Pak, disini bisa ganti baterai jam tangan?”, kata saya sambil melepas jam tangan saya dan menunjukkannya pada seorang bapak berumur empat puluh tahunan penjaga toko . Bapak itu melihat sekilas jam tangan saya lalu dengan tangan kirinya menunjuk seorang bapak lain di depan etalasenya. “dis

Investasi

Melambung pikiran akan masa depan yang tak pasti ataupun masa kini di luar jangkauan tindak,  habis waktu kesal mengomentari kebijak(sana)an yang mungkin tidak pernah ada,  merasa tak kemana-mana saat yang lain melanglangbuana,  terantuk pada akhir minggu malam pada hari ini,  pada tempat ini,  pada tugas yang terasa begitu kecil dan tak berarti  ...  tapi cuma aku yang  disini dan saat ini bisa mengerjakannya! bukan orang besar terhormat di atas sana,  orang muda pintar penuh prestasi yang itu,  ataupun orang tajir melintir di ujung lainnya.    "Tugasku, kehormatanku!" oceh serangkai kata terpajang pada sebuah tempat pernah bersarang.    Berikan yang mampu diberikan  meski itu bukan sebuah barang mewah ataupun sesuatu yang membuat orang berdecak kagum.  Kembangkan apa yang sudah diterima dan persembahkan persembahan yang tak berharga ini.  Hidup kadang b ukan soal besar atau kecil yang diterima. Berapa yang mampu diberikan kembali dari  yang telah diterima?

Resensi ++: Problem Solving 101 (bagaimana menjadi pemecah masalah)

Pagi ini saya sekedar ingin mengisi waktu kosong sebelum kuliah, bereksperimen dengan tulisan resensi (mungkin banyak yang sudah membuat resensi buku ini, namun buat saya: peduli setan lah) Dalam kehidupan berkuliah dan berorganisasi, sering saya temui masalah-masalah yang kelihatannya rumit, tidak bisa diselesaikan, dan banyak orang yang akhirnya hanya menghabiskan waktu hanya untuk khawatir dan mengeluhkan masalah tersebut. Nah, saat saya menemukan situasi seperti itu, saya teringat kepada satu buku yang sederhana tapi berguna. Buku Problem Solving 101 ini saya beli dengan harga +- 50 ribuan (kalo tidak salah, harganya 45 ribu). Awalnya saya rasa itu adalah harga yang terlalu mahal untuk buku yang setipis itu (hanya 115 lembar, ukurannya pun tidak jauh jauh dari selembar kertas A5), namun segalanya berubah setelah saya membuka halaman pertamanya. Dari beberapa lembar halaman awal, saya mengetahui bahwa Ken Watanabe menulis buku ini pada mulanya ditujukan untuk membantu kanak-kanak di