Sejenak meneropong ke masa depan tanpa mengecilkan berbagai berita tentang kondisi terkini yang dialami saudara-saudara sebangsa dan sesemesta, mulai dari hilangnya pesawat Boeing 777 nomor penerbangan MH370, kebakaran lahan di Riau yang sudah menelan korban jiwa, sampai dengan krisis di Thailand dan Ukraina. Meski tulisan ini sudah ditulis sejak dua tahun yang lalu, saya pikir beberapa di antaranya masih relvan untuk dibahas: beberapa topik yang kiranya perlu jadi perhatian para insinyur dan peneliti di Indonesia, terutama yag terkait dengan bidang penerbangan di masa depan yang perlu diantisipasi sejak kini.
Sejak tahun 1960an, bentuk pesawat komersial tidak banyak
berubah. Seolah desain saat ini sudah tidak bisa berkembang lagi. Namun di waktu mendatang, tantangan dalam
dunia penerbangan menuntut teknologi penerbangan untuk berkembang secara
radikal.
Fuel-cell? Biofuel? Ramah lingkungan? Transportasi udara
masa depan akan membutuhkan lebih dari itu. Berikut ini beberapa tantangan yang
akan dihadapi oleh penerbangan komersial masa depan.
Lahan yang semakin
sedikit
Aeroscraft, kargo
udara masa depan. Sumber: www.gizmag.com
Ketika jumlah manusia bertambah, jumlah lahan yang terpakai
pun akan bertambah. Manusia harus semakin cermat dan cerdas dalam memanfaatkan
ruang-ruang kosong di permukaan bumi. Beberapa teknologi yang berkembang untuk
menjawab tantangan ini adalah teknologi tinggal landas secara vertikal (Vertical Take Off Landing, VTOL).
Dimulai sejak tahun 2006, Aeros sebuah perusahaan pesawat
terbang Amerika bekerja sama dengan DARPA dalam program pembuatan airship bernama “Walrus”. Walrus adalah
sebuah “balon udara” yang dirancang sebagai transportasi logistik militer.
Walrus dapat melakukan VTOL dan
mendarat maupun lepas landas di atas air maupun lahan terbuka. Berbeda dengan
balon udara pada umumnya, Walrus memiliki massa jenis yang lebih besar daripada
udara di sekitarnya dan memiliki struktur yang rigid. Walrus menggunakan
kombinasi teknologi aerodinamik, thrust
vectoring,dan gaya apung gas untuk terbang dan mengontrol penerbangannya.
Akhir Desember 2012, tahap perakitan sebuah prototipe airship komersial yang yang merupakan
pengembangan dari Walrus akan selesai. Pesawat sepanjang lapangan sepakbola
yang diberi nama Aeroscraft ini memiliki
kecepatan maksimum sebesar 225 km/jam. Aeros mengklaim pesawatnya ini dapat
mengangkut kargo maksimum seberat 66 ton atau sebanding dengan 2 kali berat
truk normal beserta muatannya. Dengan teknologi VTOL, Aeroscraft dapat membawa
kargo dari dan ke lebih banyak tempat di dunia dibanding angkutan udara yang
membutuhkan landasan yang panjang untuk tinggal landas.
0% Emisi karbon
Pesawat berpenumpang
pertama yang menggunakan fuel cell. Sumber: www.gizmag.com
Menurut penelitian yang dilakukan ilmuwan di berbagai
penjuru dunia, gas karbondioksida adalah salah satu gas yang dianggap menjadi penyebab
perubahan iklim yang terjadi di dunia saat ini. Salah satu tantangan yang
dihadapi umat manusia di masa depan adalah bagaimana mengurangi emisi karbon
tanpa mengurangi produktivitas manusia itu sendiri.
Salah satu jawaban untuk mengatasi persoalan emisi ini
adalah fuel cell. Fuel cell merupakan jenis “bahan bakar”
yang emisi gas buangannya hanya berupa air. Fuel
cell memang bukan merupakan barang baru, tetapi penggunaan fuel cell untuk
penerbangan berpenumpang manusia bisa jadi sebuah hal yang cukup spektakuler. Tahun
2008, Boeing, melalui salah satu lembaga litbangnya di Madrid, membuat sebuah rekor
baru: penerbangan pertama pesawat berpenumpang manusia dengan tenaga fuel cell. Pesawat yang memiliki panjang
sayap 16, 3 meter ini terbang dengan kecepatan jelajah sebesar 100km/jam pada
ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut.
Konsep lain untuk menjawab tantangan pengurangan emisi
karbon ini adalah dengan melakukan penerbangan tanpa membawa bahan bakar sama
sekali. Tahun 2004, sebuah konsep penerbangan modern tanpa menggunakan bahan
bakar digagas oleh Robert D. Hunt. Hunt mengklaim pesawat rancangannya ini
dapat terbang tanpa bahan bakar menggunakan kekuatan dari gravitasi. Pesawat
rancangannya ini merupakan sebuah pesawat bersayap tetap dengan material
komposit modern yang ringan. Seperti prinsip yang dipakai pada teknologi kapal
selam, pesawat rancangan Hunt ini memanfaatkan gaya “apung”. Pesawat rancangan
Hunt ini akan mengudara dengan membuat ruang-ruang vakum udara dalam pesawat
menggunakan kompressor listrik. Bertambahnya ruang vakum dalam pesawat akan
membuat massa jenis pesawat menjadi lebih kecil dari lingkungan sekitarnya,
sehingga pesawat akan mengapung. Ketika mencapai ketinggian tertentu, ruang
vakum tadi akan diisi dengan udara sekitar sehingga massa jenis pesawat akan
bertambah dan pesawat akan kehilangan gaya “apung”. Saat pesawat kehilangan
gaya apung, pesawat akan terbang melayang/glide memanfaatkan gaya gravitasi
bumi.
Terbang dengan
gravitasi. Sumber: www.gizmag.com
Semakin cepat tanpa
bising
Pesawat merupakan moda transportasi tercepat yang dimiliki
manusia saat ini. Kecepatan penerbangan komersial mencapai puncaknya dengan kemunculan
Concorde, yang kini sudah tidak beroperasi lagi. Concorde adalah pesawat berpenumpang
komersial pertama yang beroperasi lebih cepat dari kecepatan suara.
Saat suatu benda menembus kecepatan yang lebih tinggi dari
kecepatan suara, terjadi fenomena sonic
boom. Fenomena sonic boom ditambah dengan kebisingan yang tinggi dari mesin
turbojetnya menjadi penyebab mengapa Concorde tidak lagi beroperasi.
Lalu yang menjadi pertanyaan: apakah tidak akan ada lagi
penerbangan komersial dengan kecepatan supersonik? Apakah ada cara untuk tetap
terbang dengan kecepatan supersonik tanpa membangkitkan sonic boom?
Peneliti dari MIT, NASA, dan Universitas Tohoku, menemukan cara untuk mengeliminasi sonic boom melalui konsep biplane atau
sayap ganda. Biplane sebenarnya bukan barang temuan baru kemarin sore. Pada
tahun 1930an, Adolf Busemann, seorang pionir penerbangan mengajukan konsep
biplane untuk meniadakan sonic boom. Konsep biplane telah dibuktikan juga
secara komputasional maupun eksperimental akan mengeliminasi fenomena sonic
boom. Namun terdapat masalah lain dalam penggunaan biplane: biplane tidak mampu
menghasilkan gaya angkat yang cukup besar untuk terbang pada kecepatan subsonik.
Solusi sementara yang diajukan untuk mengatasi kurangnya gaya angkat ini adalah
dengan membuat desain sayap konvensional yang baru “mengaktifkan” sayap biplane
pada saat kecepatan transisi subsonik-supersonik.
Beralih dari konsep biplane, penerbangan komersial
supersonik yang lebih senyap nampaknya akan muncul lebih cepat dari yang
dibayangkan. Sebuah konsorsium internasinal perusahaan pesawat terbang, Supersonic Aerospace International (SAI)
menyatakan QSST (Quiet Supersonic Transport) akan siap terbang pada tahun 2014
dan sampai pada pembeli pertama di tahun 2016. QSST merupakan pesawat komersial
dengan kapasitas 12 penumpang, kecepatan jelajah Mach 1,8, dan jarak maksimum 7400km
(atau hampir 1,5 jarak antara Sabang-Merauke) dan diklaim memiliki tingkat
kebisingan 100 kali lipat lebih rendah dari Concorde (sebagai perbandingan,
Concorde memiliki kapasitas 70-90 penumpang, dengan kecepatan jelajah Mach
2,02, dan jarak jelajah 3900 nm). Dengan
kecepatan Mach 1,8; QSST dapat melakukan penerbangan Jakarta-Timika (3440,8 km)
dalam waktu 2 jam, bandingkan dengan pesawat tercepat sekelasnya di saat ini, Bombardier
G360, yang membutuhkan 4 jam atau lebih untuk menempuh jarak yang sama.
Berdasarkan perhitungan teoritis, desain QSST memungkinkan pesawat
ini terbang dengan tingkat kebisingan sekitar 80 dB atau hanya sedikit lebih
bising daripada kebisingan di dalam mobil yang melaju dengan kecepatan
112km/jam. Penurunan kebisingan ini dapat dicapai melalui kombinasi rancangan
ekor V terbalik dan mesin yang mutakhir.
Selanjutnya?
Di masa depan, frekuensi penerbangan akan meningkat. Frekuensi
penerbangan yang semakin tinggi berdampak pada banyak hal dalam dunia
penerbangan. Di saat naik pesawat menjadi lebih sering, kenyamanan dalam
penerbangan mulai menjadi sebuah keharusan bukan lagi sebagai nilai tambah. Di
masa depan, kerap akan kita temukan kabin bintang lima layaknya hotel-hotel
mewah.
Untuk mengantisipasi jumlah lalu lintas penerbangan yang
meningkat, pengaturan lalu-lintas penerbangan membutuhkan solusi-solusi baru
agar aktivitas penerbangan tetap berjalan dengan aman, nyaman, dan efisien.
Kebanyakan hal yang sudah diberikan di atas hanyalah
sebagian kecil dari banyak inovasi-inovasi yang ditelurkan berbagai kepala di
dunia. Akhirnya sudah waktunya kita bertanya pada para insinyur dan
penggiat dunia penerbangan di Indonesia:
inovasi apa yang bisa diberikan untuk masa depan penerbangan kita?
Komentar
Posting Komentar