Laki-laki paruh baya itu membuka pintu yang berjarak sepuluh langkah di depanku. Langkahnya perlahan menyusuri lorong yang bisa meliut-liut, mendekat. Tiga langkah kemudian, ia melangkah kecil ke samping kiri sambil memegang kursi kulit berwarna putih dengan tangan kanannya.
Di atas kursi yang baru dipegangnya, seorang pemuda dengan celana pendek tidur telentang dengan kaki bersila. Lututnya menghadap ke atas seperti menantang langit-langit ruang itu. Sepertinya bukan pertama kali ia lelap dalam perut harimau.
Kucoba pejamkan mataku lagi.
Lima detik kemudian,
kulihat laki-laki tadi melanjutkan langkahnya. Kini ia sudah di sampingku.
Sesekali ia mengulangi langkah-langkah kecil ke samping kiri dan kanan.
Saat ini seperti yang lalu. Entah, sepuluh sampai lima belas tahun. Waktu itu, aku masih layak tidur di pelukan Ibuku.
Pejamkan mata lagi.
...........ngik.......jegjegjeg.....
jeg....jeg....jeg...
....ngiiiiikkkkk....
........
.........
Sepertinya aku akan bangun saja sampai harimau kota kembang ini bertengger di kota tanpa perang.
Di atas kursi yang baru dipegangnya, seorang pemuda dengan celana pendek tidur telentang dengan kaki bersila. Lututnya menghadap ke atas seperti menantang langit-langit ruang itu. Sepertinya bukan pertama kali ia lelap dalam perut harimau.
Kucoba pejamkan mataku lagi.
Lima detik kemudian,
kulihat laki-laki tadi melanjutkan langkahnya. Kini ia sudah di sampingku.
Sesekali ia mengulangi langkah-langkah kecil ke samping kiri dan kanan.
Saat ini seperti yang lalu. Entah, sepuluh sampai lima belas tahun. Waktu itu, aku masih layak tidur di pelukan Ibuku.
Pejamkan mata lagi.
...........ngik.......jegjegjeg.....
jeg....jeg....jeg...
....ngiiiiikkkkk....
........
.........
Sepertinya aku akan bangun saja sampai harimau kota kembang ini bertengger di kota tanpa perang.
Komentar
Posting Komentar