Langsung ke konten utama

Hari Kesakitan Pancasila

Aku tak sedang bicara peristiwa lampau, yang jadi jualannya ahli sejarah.
Tak soal menyoal siapa yang salah, yang jadi perkaranya ahli hukum atau ahli agama.
Tak juga gandrung soal statistik, yang jadi mainannya ahli ekonomi atau ahli politik.

Cuma ingin menggelitik dengan tanda-tanda masa dari kacamata seorang mahasiswa teknik, tentang bangsanya yang sakit Pantja Sila:

  1. Keuangan yang maha kuasa, ketika hakim tindak pidana korupsi pun bisa disuap tiga bulan lalu di Sulawesi Tengah
  2. Kemanusiaan tak beradab, ketika manusia yang "salah" boleh dibantai sekejinya satu tahun lalu di Banten
  3. Persatuan mafia hukum, mafia birokrasi, dan mafia pajak yang semakin dianggap lumrah
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh kepentingan partai yang bertahta, ketika rakyat hanya bisa menjadi penonton panggung sandiwara kuasa di negeri tempatnya berdaulat. Tempat para lakonnya cuap-cuap bicara atas nama "rakyat", entah siapa yang benar-benar dimaksudnya.
  5. Keadilan sosial bagi yang punya harta, ketika warga di Papua, Kalimantan Barat, dan daerah perbatasan lainnya tidak menikmati perkembangan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan energi yang secepat berkembangnya pertumbuhan ekonomi nasional


Katanya ia yang bertahan dari prahara "merah"
Katanya ia yang sakti

Walau wakil rakyat tak hafal, apalagi jadi amal,
Walau sering jadi jualan, dua belas bulanan sampai lima tahunan,
Walau sering jadi topik diskusi, miskin praktisi,

Sebelum berbicara soal kesaktiannya,
Pernahkah kita bertanya: apakah ia benar-benar ada?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tukang Ganti Baterai Jam Tangan

Untuk pertama kalinya saya mengganti baterai jam tangan saya. Satu bulan terakhir ini, jam tangan digital saya memang sudah mulai meredup tampilan penunjuk waktunya. “di ABC atau Simpang juga ada kok, Yud”, kata seorang kawan di sebuah obrolan kecil dua sore yang lalu ketika saya bertanya dimana tempat saya dapat mengganti baterai jam tangan saya . Hari Jumat, saya beranjak menuju Simpang Dago, membawa jam tangan hitam saya . Sambil mengamati deretan toko yang ada di sebelah kiri saya, saya mencoba menerka-nerka seperti apa toko yang menyediakan jasa ganti baterai jam tangan. Langkah saya terhenti di depan s ebuah etalase dengan lemari kaca berisi puluhan jam tangan . “Pak, disini bisa ganti baterai jam tangan?”, kata saya sambil melepas jam tangan saya dan menunjukkannya pada seorang bapak berumur empat puluh tahunan penjaga toko . Bapak itu melihat sekilas jam tangan saya lalu dengan tangan kirinya menunjuk seorang bapak lain di depan etalasenya. “dis

Investasi

Melambung pikiran akan masa depan yang tak pasti ataupun masa kini di luar jangkauan tindak,  habis waktu kesal mengomentari kebijak(sana)an yang mungkin tidak pernah ada,  merasa tak kemana-mana saat yang lain melanglangbuana,  terantuk pada akhir minggu malam pada hari ini,  pada tempat ini,  pada tugas yang terasa begitu kecil dan tak berarti  ...  tapi cuma aku yang  disini dan saat ini bisa mengerjakannya! bukan orang besar terhormat di atas sana,  orang muda pintar penuh prestasi yang itu,  ataupun orang tajir melintir di ujung lainnya.    "Tugasku, kehormatanku!" oceh serangkai kata terpajang pada sebuah tempat pernah bersarang.    Berikan yang mampu diberikan  meski itu bukan sebuah barang mewah ataupun sesuatu yang membuat orang berdecak kagum.  Kembangkan apa yang sudah diterima dan persembahkan persembahan yang tak berharga ini.  Hidup kadang b ukan soal besar atau kecil yang diterima. Berapa yang mampu diberikan kembali dari  yang telah diterima?

Resensi ++: Problem Solving 101 (bagaimana menjadi pemecah masalah)

Pagi ini saya sekedar ingin mengisi waktu kosong sebelum kuliah, bereksperimen dengan tulisan resensi (mungkin banyak yang sudah membuat resensi buku ini, namun buat saya: peduli setan lah) Dalam kehidupan berkuliah dan berorganisasi, sering saya temui masalah-masalah yang kelihatannya rumit, tidak bisa diselesaikan, dan banyak orang yang akhirnya hanya menghabiskan waktu hanya untuk khawatir dan mengeluhkan masalah tersebut. Nah, saat saya menemukan situasi seperti itu, saya teringat kepada satu buku yang sederhana tapi berguna. Buku Problem Solving 101 ini saya beli dengan harga +- 50 ribuan (kalo tidak salah, harganya 45 ribu). Awalnya saya rasa itu adalah harga yang terlalu mahal untuk buku yang setipis itu (hanya 115 lembar, ukurannya pun tidak jauh jauh dari selembar kertas A5), namun segalanya berubah setelah saya membuka halaman pertamanya. Dari beberapa lembar halaman awal, saya mengetahui bahwa Ken Watanabe menulis buku ini pada mulanya ditujukan untuk membantu kanak-kanak di