Langsung ke konten utama

Desember dan Keluarga


Desember ini, di semua media sosial yang saya ikuti--seperti biasanya--penuh dengan berbagai ekspresi yang beragam. Mulai dengan gemas dan ricuhnya #papamintasaham, gegap gempitanya "lomba foto dengan ibu" (yang seringkali ditambahi dengan kata "Aku Cinta Ibu" dan ungkapan sejenis, sampai dengan kothbah-kothbah bijak mengenai peringatan Maulid Nabi dan Natal yang jatuh di tanggal yang berdekatan.

#papamintasaham, Hari Ibu, Maulid Nabi, dan Natal.

Bagi sebagian orang, empat momen tersebut mempunyai beberapa benang merah: "Desember" dan "keluarga"

Desember?

Empat momen tersebut sama-sama terjadi di Bulan Desember.

Keluarga?

Hari Ibu, Maulid Nabi, dan Natal mungkin ada hubungannya...namun #papamintasaham? Apa hubungannya dengan keluarga?

"Cucoklogi" ini berangkat dari pertanyaan pribadi saya setelah misa pagi ini. Homili hari ini panjang lebar mengenai keluarga dan bagaimana sebaiknya keluarga yang patut diteladani. Bahwa orangtua merupakan kunci dari pendidikan anak di masa kecilnya, bahwa anak kecil cenderung mengikuti orangtua sebagai teladannya, bahwa kasih sayang orangtua begitu membangun anak sebagai seorang pribadi.
Lalu pertanyaan itu sekonyong-konyong meronta, menerawang kepada beberapa kawan yang "istimewa":

Bagaimana dengan teman-teman yang tidak punya ibu dan ayah? Siapa yang mendidiknya? Siapa yang menjadi teladannya? Siapa yang menyayanginya?

Pertanyaan-pertanyaan terakhir ini sebenarnya sudah terbersit sejak beberapa bulan belakangan, tetapi baru muncul kembali untuk saya dalami hari ini. Pertanyaan ini cukup mengusik saya karena beberapa waktu belakangan saya banyak bersentuhan dengan pribadi-pribadi "istimewa" ini.

"Negara harus HADIR," seorang laki-laki dengan umur kepala tujuh dalam benak saya berujar.

Teman diskusi saya dua tahun terakhir itu mengingatkan saya (melalui ingatan saya akan percakapan dengannya) mengenai pentingnya Negara hadir dalam berbagai liku kehidupan masyarakat pada umumnya, dan pada fakir miskin dan anak-anak terlantar pada khususnya. Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan itu.

Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara



Telepas dari perdebatan soal arti “dipelihara”—yang seringkali dikonotasikan dengan “mengusahakan tetap ada/mempertahankan keawetannya” atau malah “merawat agar jumlahnya berkembang”—ada satu kesimpulan yang boleh saya ambil: bicara soal Negara, berarti juga bicara soal memelihara, merawat, mendidik, dan menyayangi anak-anak terlantar, berarti juga bicara soal keluarga.

Bicara soal #papamintasaham, kita juga bicara soal Negara, kita juga bicara soal keluarga.


Saya tidak mau membahas persoalan tetek bengek persoalan perpanjangan kontrak F***port dan lainnya, hanya saja saya merasa hari ini sudah diingatkan:

Negara bukan hanya sosok yang ketika kita berbicara mengenainya, kita berbicara persoalan politik, persoalan pembangunan ekonomi dan pengolahan sumber daya alam, ataupun persoalan konflik sosial dengan dingin.

Lebih dari itu (ketika kita berbicara mengenainya) kita perlu hangat berbicara bagaimana menjadi orangtua yang mengasihi anak-anaknya, menjadi anak yang menghormati orangtuanya, juga saudara yang menjadi tempat bercerita dan bercengkrama.

Negara bukan hanya sebuah organisasi dimana kita sibuk dengan kekuasaan, namun jugalah sebuah tanda kasih yang harus terus menjangkau kepada semua orang, terlebih yang pada yang terpinggirkan dan belum terperhatikan."

-malam yang cerah, Minggu terakhir tahun 2015, Pesta Keluarga Kudus

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tukang Ganti Baterai Jam Tangan

Untuk pertama kalinya saya mengganti baterai jam tangan saya. Satu bulan terakhir ini, jam tangan digital saya memang sudah mulai meredup tampilan penunjuk waktunya. “di ABC atau Simpang juga ada kok, Yud”, kata seorang kawan di sebuah obrolan kecil dua sore yang lalu ketika saya bertanya dimana tempat saya dapat mengganti baterai jam tangan saya . Hari Jumat, saya beranjak menuju Simpang Dago, membawa jam tangan hitam saya . Sambil mengamati deretan toko yang ada di sebelah kiri saya, saya mencoba menerka-nerka seperti apa toko yang menyediakan jasa ganti baterai jam tangan. Langkah saya terhenti di depan s ebuah etalase dengan lemari kaca berisi puluhan jam tangan . “Pak, disini bisa ganti baterai jam tangan?”, kata saya sambil melepas jam tangan saya dan menunjukkannya pada seorang bapak berumur empat puluh tahunan penjaga toko . Bapak itu melihat sekilas jam tangan saya lalu dengan tangan kirinya menunjuk seorang bapak lain di depan etalasenya. “dis...

Resensi ++: Problem Solving 101 (bagaimana menjadi pemecah masalah)

Pagi ini saya sekedar ingin mengisi waktu kosong sebelum kuliah, bereksperimen dengan tulisan resensi (mungkin banyak yang sudah membuat resensi buku ini, namun buat saya: peduli setan lah) Dalam kehidupan berkuliah dan berorganisasi, sering saya temui masalah-masalah yang kelihatannya rumit, tidak bisa diselesaikan, dan banyak orang yang akhirnya hanya menghabiskan waktu hanya untuk khawatir dan mengeluhkan masalah tersebut. Nah, saat saya menemukan situasi seperti itu, saya teringat kepada satu buku yang sederhana tapi berguna. Buku Problem Solving 101 ini saya beli dengan harga +- 50 ribuan (kalo tidak salah, harganya 45 ribu). Awalnya saya rasa itu adalah harga yang terlalu mahal untuk buku yang setipis itu (hanya 115 lembar, ukurannya pun tidak jauh jauh dari selembar kertas A5), namun segalanya berubah setelah saya membuka halaman pertamanya. Dari beberapa lembar halaman awal, saya mengetahui bahwa Ken Watanabe menulis buku ini pada mulanya ditujukan untuk membantu kanak-kanak di...

Investasi

Melambung pikiran akan masa depan yang tak pasti ataupun masa kini di luar jangkauan tindak,  habis waktu kesal mengomentari kebijak(sana)an yang mungkin tidak pernah ada,  merasa tak kemana-mana saat yang lain melanglangbuana,  terantuk pada akhir minggu malam pada hari ini,  pada tempat ini,  pada tugas yang terasa begitu kecil dan tak berarti  ...  tapi cuma aku yang  disini dan saat ini bisa mengerjakannya! bukan orang besar terhormat di atas sana,  orang muda pintar penuh prestasi yang itu,  ataupun orang tajir melintir di ujung lainnya.    "Tugasku, kehormatanku!" oceh serangkai kata terpajang pada sebuah tempat pernah bersarang.    Berikan yang mampu diberikan  meski itu bukan sebuah barang mewah ataupun sesuatu yang membuat orang berdecak kagum.  Kembangkan apa yang sudah diterima dan persembahkan persembahan yang tak berharga ini.  Hidup kadang b ukan soal besar atau kecil yang diterima. Berapa...